​”Datang dan penuhi panggilan. Tinggalkan anak serta istri di rumah. Kalian yang masih muda, berbanggalah. Lupakan sejenak perihal asmara. Pedang kini jadi kekasih hati yang ‘kan setia menyertai. Angkat, dan hunuskan ke jantung lawan. Ayunkan ke pangkal leher musuh. ‘War is coming.’ Raih, dan bawa pulang kemenangan. Pulang, lalu berjaya dengan kehormatan.”

Pertempuran, dalam artian perang total menjelang. Prajurit dilipat gandakan, persenjataan lekas disiapkan, pembekalan banyak-banyak dikemas, dan alat musik segera dipersiapkan. Loh, kok alat musik? Tak dapat dienyahkan bahwa musik merupakan salah satu instrumen penting dalam perang. Utamanya, berfungsi sebagai alat komunikasi mengenai strategi, memandu baris berbaris, sinyal panggilan, dan komando di medan pertempuran – Panglima memberi perintah kapan harus menyerang, bertahan, ataupun mundur kepada para prajurit melalui musik.

Selain daripada fungsi komunikasi, musik juga mampu menggelorakan jiwa para prajurit untuk lebih bersemangat dalam menunaikan peperangan, membangkitkan rasa patriotisme, menumbuhkan moral, serta perasaan senasib. Juga sepertinya suasana perang akan lebih terasa jika musik benar diadakan, terlebih bila saatnya nanti musik berpadu dengan suara jeritan dan ciprat darah para korban, juga denting pedang yang saling beradu, serta langkah-langkah kaki yang becek sebab darah. Belum lagi ringkikan kuda dan decit rodanya. Sungguh indah bila dibayangkan. Sungguh seram bila kenyataan. Tanpa musik sepertinya perang akan terasa hambar. Betapa perang menghadirkan ketakutan sekaligus keindahan.

Sedari tadi, tentu kita berbicara mengenai peperangan pada zaman di mana pedang masihlah merupakan senjata yang utama, bukan mengenai perang dengan senapan, tank, atau ancaman bom nuklir. Dapat dipastikan bahwa tabuhan genderang dan tiupan sangkakala tidak akan bisa terdengar bila tetap diikutsertakan dalam perang-perang modern. Demikian fungsi musik sebagai alat komunikasi telah ditinggalkan dalam perang modern. Namun, musik pada perang modern tetap hadir sebagai penghibur bagi para tentara tatkala sedang berada di perkemahan. Dengan begitu, musik masihlah memiliki peran sebagai senjata psikologis saat perang modern sekalipun. 

Rasanya peperangan menggunakan pedang pada zaman terdahulu lebih menyediakan ruang pada seni. Untuk urusan kekacauan, perang dengan senjata modern pastilah juaranya. Dampak yang ditimbulkan juga lebih dahsyat mengingat senjata dan peralatan yang digunakan sudah sedemikian canggih. Musik yang ada di medan pertempuran pada perang modern bukanlah musik yang dimainkan dengan sengaja, melainkan musik yang terlahir dari suara senjata api, selongsong peluru, ledakan bom, dan runtuhnya bangunan-bangunan. Sungguh tanpa ritme dan keteraturan. Kacau, seperti musik Avant Garde yang sukar dicerna. Masih menjadi pertanyaan bagi penulis apakah pencipta senjata modern memperhitungkan bunyi yang dihasilkan dari senjata ciptaannya tersebut? Selama ini kita mengetahui – kebanyakan dari film – bahwa bunyi senjata api dan ledakan bom begitu khas nan keras seperti dampak yang ditimbulkannya. Coba saja kita bayangkan kalau-kalau bunyi senjata dan bom tersebut begitu lemah, berbanding terbalik dengan dampaknya, bukankah hal demikian akan terasa kurang? Jika jawabannya adalah, bahwa pencipta senjata modern tidak pernah memperhitungkan bunyi yang dihasilkan dari senjata ciptaannya, sebab bunyi daripada daya ledak yang menjadi motor senjata merupakan suara alam yang memang begitu adanya, maka senjata api dan bom tersebut memang sudah seharusnya memiliki suara yang khas dan keras seperti dampak yang ditimbulkannya – Dewa Perang yang sepertinya memperhitungkan perihal bunyi tersebut. Namun, jika jawabannya adalah, bahwa pencipta senjata benar memperhitungkan bunyi dari senjata yang diciptakannya itu, maka sungguh orang itu benar-benar seniman genius, sekaligus penggila perang.

Musik dan kehidupan sejatinya tidak dapat dipisahkan. Musik menjalar ke setiap ranah kehidupan dengan menyajikan daya peranan dan fungsi yang berbeda-beda. Musik mampu menangkap peristiwa-peristiwa dan menjadikannya lebih hidup. Dalam pertempuran, musik tetap dilantunkan. Dalam kekacauan, musik tetap memainkan peran. Musik ada pada dan untuk perang.

Bunyi genderang bersinergi dengan hentakan kaki para prajurit. Berjalan beriring nan tertib. Menjemut musuh di tengah medan pertempuran. Menenteng senjata bersiap membunuh, pula bersiap terima luka. Walau kalut dalam kegelisahan, ada musik yang mampu mengguncang semangat. Tak ada yang lebih mereka harapkan selain pulang membawa kemenangan. Tak ada yang lebih mereka inginkan selain berjaya dengan kehormatan. 


Jakarta, Mei 2017

Tinggalkan komentar