(Images: The Boss Baby, 2017)

Manusia melahirkan, anjing beranak, unggas bertelur, juga reptil ovovivipar. Tunas-tunas baru saja tumbuh, bebijian telah pecah, dikotil maupun monokotil. Tak perlulah tahu jenis ras apa, spesies apa, akar apa, toh mereka ada bukan sebagai objek penelitian belaka. Mereka adalah penganut kehidupan yang taat pada siklus cinta. Adakah manusia bertanya sebelum memohon seorang putera? Adakah manusia bertanya setelah dihadiahi seorang puteri? “Untuk apa gerangan hamba bermilik anak?”, “Apa guna hamba menimang anak?” Melanjutkan garis keturunan. Alah. Meski kata lanjut dan siklus memiliki kaitan yang erat dan tak dapat terpisahkan, namun mereka bukanlah sekedar garis yang hanya terus-menerus lurus. Mereka ialah perputaran; Roda Ke-semesta-an. Bukan lagi sekedar siklus sosial, di mana stratifikasi terbuka dan tertutup digalakkan. Bukan pula siklus biologis yang selalu berujung pada kematian seusai renta. Manusia seyogyanya memiliki tanggung jawab sosial dan sudah semestinya tunduk pada hukum alam.

Lahir (Brahma, Satria, Sudra) – Bayi – Balita – Kanak-kanak (sekolah) – Remaja (sekolah) – Dewasa (lulus sekolah) – Bekerja (sukses, melarat) – Menikah – Bercinta – Memiliki anak/mandul – Tua – Semakin tua – Tua sekali – Terlalu tua – Mati. 

Mati. Meninggal lebih manusiawi. Kita gunakan saja mati untuk seseorang yang mati, dan meninggal untuk seseorang yang meninggal. Mati ialah hilang, lenyap. Ayam-ayam yang kita konsumsi mengalami mati, lenyap, sebab masih banyak ayam hidup yang masih dapat kita jadikan bahan makanan. Mereka yang mati hanya meninggalkan rasa yang sementara. Namun berbeda dengan hewan peliharaan, anjing misalnya. Ia merupakan teman yang terpelihara, yang akan kita sebut meninggal pabila telah tiada, sebab ia meninggalkan sesuatu yang tak pernah hilang, mungkin kenangan. Meski masih banyak anjing lain yang masih dapat kita jadikan teman, tidaklah menutup kemungkinan bahwa kita akan merasakan perbedaan terhadap masing-masing anjing tersebut. Begitu pula manusia, ada yang hilang lenyap dan ada pula yang meninggal. Namun, keduanya yang pasti pernah mengalami hidup – sekedar hidup, atau benar-benar hidup. Dengan demikian, kita dihadapkan pada pernyataan “Manusia yang berguna”, juga pertanyaan “Apa guna manusia?” Sedari tadi kita berpikir terlalu jauh sehingga lupa bahwa ternyata kita masihlah anak-anak. Oleh sebab itu kita ubah saja menjadi, “Anak yang berguna” dan “Apa guna anak?”

Seorang ibu melahirkan berkat benih dari sang ayah yang diolah dalam rahimnya. Baiklah, ada campur tangan Tuhan di sana jika kalian benar percaya. Setelah itu, sang anak dinamai Goenawan Muhammad. Diharapkan anak tersebut kelak menjadi anak yang berguna dengan memiliki teladan seperti Nabi Muhammad. Namun, berguna untuk apa? Untuk siapa? Sang Nabi pun tidak dilahirkan dengan orang tua yang berharap bahwa anaknya kelak akan menjadi seorang Nabi. Lalu, ada pula si pengemis yang mengharap anaknya jadi insinyur, walau ada saja, bahkan banyak orang tua yang cenderung mengharuskan sang anak untuk menjadi ini dan itu – harus. Mereka semua sama, berharap anak-anak mereka kelak akan berguna. Padahal, mereka toh juga tidak tahu apa sebenarnya guna anak bagi mereka. Apakah untuk menyenangkan kakek-nenek yang merengek ingin menggendong cucuk? Atau hanya untuk menunjukkan bahwa diri mereka subur? Melanjutkan kerajaan leluhur? Dan masih banyak alasan sebagainya. 

Guna dan hasil, berarti kesuksesan. Adakah standar pasti seorang anak disebut-sebut telah mencapai kesuksesan? Pekerjaan bagus? Penghasilan besar? Jabatan tinggi? Lantas, bagaimana dengan dalang yang sukses menampilkan lakon pewayangan pada malam pementasannya? Ia tidak bertempat tinggal di rumah besar, pula tak punya kendaraan mewah. Berguna, memiliki kegunaan, atau mengandung manfaat ditemukan pada proses dan penerapan. Seorang dokter berguna memeriksa kesehatan pasien. Dengan melalui proses pemeriksaan, sang dokter akhirnya mengetahui bahwa ada tumor yang bersarang dalam tubuh pasien. Lalu, sang dokter memberi perawatan serta obat yang disesuaikan. Hasilnya, pasien itu mati. Adakah sang dokter menjadi tidak berguna? Hasil, berhasil, atau memberi manfaat ditemukan pada tahap akhir, yaitu penyelesaian. Jika saja sang dokter berhasil menyembuhkan pasien, ia akan disebut telah memberi manfaat, bukan lagi mengandung manfaat. 

Anak yang berguna, anak yang mengandung manfaat. Anak yang berhasil, anak yang memberi manfaat. Anak yang sukses ialah anak yang mengandung manfaat dan berhasil memberikan manfaat tersebut. Namun, kandungan itu seakan telah dilenyapkan sebelum menjelma hasil yang memberi manfaat. Berguna kini hanya dilihat dari hasil yang telah diperoleh. Itupun dengan kadar yang seolah telah ditetapkan. Bukan lagi dilihat dari sesuatu yang mengandung, yang sebaiknya ditempatkan pada ruang yang memudahkan kandungan itu untuk keluar sehingga mampu memberi manfaat yang sesuai. Jika pun gagal, ia masih tetap dianggap berguna. Pabila ditempatkan pada ruang yang tidak sesuai, maka akan sulit memberi manfaat. Dan jika gagal, ia akan dianggap tidak berguna pada akhirnya.

Jakarta, April 2016

Tinggalkan komentar